Kaprodi MSI Pascasarjana IAIN Pontianak: UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Wajib Direvisi!

Pontianak – Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) Nomor 20 Tahun 2003 yang telah berusia lebih dari dua dekade, dinilai sudah tidak update dan mendesak untuk direvisi. Hal ini disampaikan secara kritis oleh Dr. Nur Hamzah, M.Pd, Ketua Program Studi Magister Studi Islam (Kaprodi MSI) Pascasarjana IAIN Pontianak dalam seminar Nasional yang dilaksanakan oleh Pengurus Pusat PPIAUD Indonesia, melalui zoom meeting pada Selasa, 20 Mei 2025. Menurutnya, UU ini harus segera disesuaikan dengan transformasi digital, globalisasi, disrupsi teknologi, perkembangan ilmu pengetahuan terbaru, serta dinamika problematik seperti melemahnya karakter pelajar.

Dr. Nur Hamzah, M.Pd menyoroti rancangan perubahan UU yang sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI, menekankan pentingnya merumuskan UU yang futuristik mengingat masa berlakunya yang bisa mencapai 10 hingga 20 tahun ke depan. “Sekaranglah momentumnya untuk memberikan masukan,” tegasnya.

Salah satu poin krusial yang disoroti Dr. Nur Hamzah, M.Pd adalah pendidikan karakter yang masih bersifat implisit dalam UU saat ini. Padahal, UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) secara jelas mengamanatkan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang.” Diksi “Meningkatkan ketaqwaan dan pembentukan akhlak mulia” harus termaktub dalam  UU, dan operasionalisasinya, misalnya bisa melalui kurikulum,” jelas Dr. Nur Hamzah. Ia juga menambahkan bahwa bahasa asing dan IT belum secara eksplisit disebutkan dalam UU, padahal kedua kompetensi tersebut merupakan modal dasar bagi sumber daya manusia Indonesia untuk memiliki daya saing global.

Poin paling vital yang disoroti Dr. Nur Hamzah adalah perihal wajib belajar. Dalam rancangan UU yang sedang dibahas, wajib belajar hanya disebutkan selama 12 tahun, meliputi jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Pendidikan pra-sekolah (PAUD) tidak termasuk di dalamnya.

“Akibatnya, penyediaan kesempatan sekolah bagi Anak Usia Dini (AUD), bantuan dana, bantuan taktis, dan penyediaan guru menjadi tidak wajib,” papar Dr. Nur Hamzah. Ia menegaskan bahwa secara teoritik dan berdasarkan praktik terbaik di negara-negara maju, pendidikan AUD merupakan skema yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan.

“Saran saya, masukkan saja pendidikan pra-sekolah dalam skema wajib belajar, nanti pemberlakuannya bertahap,” pungkas Dr. Nur Hamzah, menekankan pentingnya fondasi pendidikan yang kuat sejak usia dini demi masa depan bangsa yang lebih cerah.

Similar Posts