Kaprodi MSI Melakukan Kunjungan Ke Komisi X DPR RI, Sampaikan Masukan Terkait RUU SISDIKNAS
Pontianak, 5 Juni 2025 — Kaprodi. MSI Dr. Nur Hamzah, M.Pd yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Perkumpulan Pendidik Islam Anak Usia Dini (PPIAUD) Indonesia menyampaikan pokok-pokok pikiran penting terhadap Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kepada Komisi X DPR RI. Kegiatan ini berlangsung di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta pada Kamis, 4 Juni 2025.
Bersama Dr. Nur Hamzah, M.Pd, hadir juga delegasi lainnya: Dr. Nano Nurdiansyah, M.Pd (UIN Sunan Gunung Djati Bandung), Dr. Ridwan, M.Psi (UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi), Tri Utami, M.Pd.I (UIN Raden Mas Said Surakarta), serta Nur Kamelia Muchtar (UIN SUSKA Riau).
Dalam paparannya, Kaprodi MSI ini menyoroti beberapa hal krusial dalam RUU Sisdiknas, di antaranya: (1) Rancangan Undang-Undang harus bersifat futuristik. Karena akan berlaku jangka panjang (minimal 10–20 tahun), maka seharusnya memuat kompetensi dasar yang mendesak seperti penguasaan Bahasa Asing dan Teknologi Informasi, yang belum tampak secara eksplisit di pasal 81 tentang muatan kurikulum wajib. (2) Pendidikan karakter belum tergambar secara eksplisit. Padahal, UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) secara tegas menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional harus meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. (3) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) belum terakomodasi secara afirmatif. PPIAUD menyarankan agar wajib belajar dimulai sejak jenjang pra-sekolah (usia dini), bukan hanya dari jenjang dasar. Mereka mengusulkan agar diksi “wajib belajar 13 tahun” dimuat secara bertahap sebagaimana pasal 4 pada jenjang menengah. (4) Konsep pendidikan dasar kelas rendah untuk anak usia 6–8 tahun perlu menggunakan pendekatan dan prinsip pembelajaran khas AUD (Anak Usia Dini). (5) Pasal 105 tidak menyebutkan tunjangan profesi guru secara eksplisit, padahal hal ini penting untuk menjamin kesejahteraan dan profesionalisme pendidik. Dan (6) PPIAUD meminta Komisi X DPR RI mendorong Kementerian Agama untuk segera mendirikan RA Negeri pertama di Indonesia, mengingat hingga usia ke-80 tahun NKRI belum memiliki satu pun RA Negeri. Selain itu, perhatian terhadap pengangkatan guru ASN di RA juga dinilai masih minim.
Nur Hamzah, menutup pernyataannya dengan menyerukan komitmen bersama untuk meletakkan pendidikan dan terutama pendidikan anak usia dini sebagai pondasi peradaban bangsa.
