Pontianak, 05-02-2024. Wakil Direktur Pascasarjana IAIN Pontianak, Dr. Sahri, MA mengikutiĀ  kegiatan The 23rd Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) Tahun 2024 di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Jawa Tengah Pada Tanggal 1-4 Februari 2024.

AICIS Pada tahun ini, mengangkat tema “Redefining The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights Issues” untuk mencapai kedamaian, keadilan, dan saling menghormati antar sesama.

Dr. Sahri, MA selaku Wakil Direktur Pascasarjana IAIN Pontianak mengungkapkan bahwa kegiatan ini adalah kegiatan yang bersifat dan bertaraf internasional dimana AICIS ini dikuti dari berbagai macam kalangan termasukĀ  seluruh jajaran rektor perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) dan perguruan tinggi keagamaan Islam Swasta (PTKIS) se-Indonesia, para tokoh agama, dan ratusan akademisi internasional Islam, dan yang terpenting adalah dalam AICIS ini menghasilkan sebuah poin penting dimana poin tersebut dikemas dalam Sembilan butir atau ā€œSemarang Charterā€ (Piagam Semarang).

Di era yang ditandai dengan beragamnya tantangan global, maka perlu untuk memupuk pemahaman, kasih sayang, dan kolaborasi antar komunitas agama untuk mengatasi krisis kemanusiaan secara efektif. Oleh sebab itu, dalam sembilan butir ini disebutkan bahwa yang pertama di saat krisis, komunitas agama harus bersatu demi kebaikan bersama. yang kedua Para pemimpin dan pengikut semua agama berkomitmen untuk mengatasi perbedaan dan bekerja secara kolaboratif untuk meringankan penderitaan, memajukan keadilan, dan membangun komunitas yang tangguh. Yang ketiga adalah ajaran agama harus ditafsirkan dan diterapkan dengan cara yang memajukan dan melindungi martabat yang melekat pada setiap individu. Hal ini termasuk mengadvokasi hak asasi manusia, keadilan sosial, dan kesetaraan, terlepas dari perbedaan agama, etnis, atau budaya. Keempat, para pemimpin dan lembaga agama harus secara aktif terlibat dalam dialog antaragama, memupuk pemahaman dan kerja sama. Dengan mendorong percakapan yang saling menghormati, maka perlu membangun jembatan empati yang berkontribusi pada penyelesaian konflik dan mitigasi krisis kemanusiaan.

Kelima, menyadari keterhubungan antara umat manusia dan lingkungan hidup, komunitas agama harus berpartisipasi aktif dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup. Bersama-sama, kami berkomitmen untuk mendukung praktik berkelanjutan yang berkontribusi terhadap kesejahteraan planet kita dan penghuninya. Keenam, respon Krisis dan Bantuan Kemanusiaan

Lembaga-lembaga keagamaan berjanji untuk mengutuk kejahatan dan kebrutalan terhadap sesama manusia dan berkomitmen untuk bekerja sama dalam memberikan bantuan kemanusiaan selama krisis, apa pun afiliasi agamanya. Upaya kolaboratif akan dilakukan untuk memastikan respons yang tepat waktu dan efisien untuk meringankan penderitaan, mendorong pemulihan, dan membangun kembali masyarakat yang terkena dampak.

Ketujuh Komunitas keagamaan harus secara bertanggung jawab memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan pesan-pesan positif, membina hubungan, dan mengatasi tantangan kontemporer. Upaya akan dilakukan untuk melawan penyalahgunaan teknologi untuk tujuan berbahaya, dan mendorong perilaku etis di ruang digital.

Kedelapan Para pemimpin agama berkomitmen untuk mempromosikan kepemimpinan etis, dan keterbukaan terhadap pengawasan, menumbuhkan kepercayaan dalam komunitas masing-masing di antara para pengikutnya dan masyarakat luas.

Kesembilan, Piagam ini mewakili komitmen berkelanjutan untuk mengevaluasi kembali dan menyesuaikan peran agama dalam menanggapi krisis kemanusiaan yang terus berkembang. Dialog rutin, penilaian, dan upaya kolaboratif akan dilakukan untuk memastikan relevansi dan efektivitas prinsip-prinsip ini.